Rabu, 10 Agustus 2016

Buku Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia

Buku Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks 

Indonesia


JASA PEMBUATAN ADMINISTRASI BP/BK DI SEKOLAH DAN PTK/BK

HUBUNGI KAMI DI 081222940294
WA: 081222940294
BBM: 5AA33306

Untuk Detail Harga Administrasi Dan Perangkat BK Klik Disini
Untuk Pilihan Judul Dan detail Harga PTK/BK Klik Disini
Atau Cek FB Kami Disini


Bab I: Konsep Dasar, Tujuan dan Pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan penjelasan pasal 37 (2) UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dimaksudkan sebagai program pendidikan untuk membina peserta didik agar memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang baik (good of citizenship) sesuai dengan jiwa dan nilai Pancasila dan UUD 1945. Beranalog dengan konsep dan tujuan pendidikan kewarganegaraan di atas, maka ‘embrio materi’ PKn adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara dan negara. Sebagai program pendidikan PKn menggunakan pendekatan yuridis, struktural-fungsional, etika moral dan psikologis-pedagogis, dengan memungkinkan paradigma barunya yaitu, paradigma perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, paradigma globalisasi, paradigma reformasi, dan paradigma pembangunan karakter bangsa.


Bab II: Kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan dalam Sistem Pendidikan Nasional
Embrio konsepsi (pemikiran) mengapa Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi, semata-mata diupayakan dalam menjawab tantangan regenerasi. Yaitu suatu proses penyiapan generasi muda yang pada gilirannya akan mengganti sebagai pemegang tampuk kepemimpinan nasional. Dengan kedudukannya sebagai salah satu Matakuliah Pengembang Kepribadian (MPK), Pendidikan Kewarganegaraan harus mampu bekerja sama dengan matakuliah-matakuliah MPK yang lain, antara lain Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris untuk membekali mahasiswa dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional harus dioperasikan secara sistemik dengan mengintegrasikan nilai fungsional yang melekat pada asing-masing komponen yang berada di dalamnya. Komponen-komponen sistem pendidikan nasional yang dimaksud adalah; (1) Komponen Ideologis (Pancasila); (2) Komponen Konstitutif (UUD 1945); (3) Komponen perundangan (UU No. 20 Th. 2003); (4) Komponen Wawasan (Wawasan Nusantara); (5) Komponen Peserta Didik (Warga Negara Indonesia); (6) Komponen Pelaksana  Pendidikan; (7) Komponen Institutif (Lembaga Pendidikan); dan (8) Komponen Instrumental (Kurikulum Pendidikan).


Bab III: Mengembangkan Sikap Positif Terhadap NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara yang berdiri secara berdaulat di tengah negara-negara bangsa di dunia. Dalam mempertahankan eksistensinya, NKRI memerlukan dukungan sikap positif seluruh komponen bangsa Indonesia, yakni sebagai faktor pemegang kekuasaan dan kendali ke mana dinamika kenegaraan akan dijalankan, dalam mencapai tujuan negara, sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.

Bab IV: Hak-hak Asasi Manusia
Munculnya gagasan tentang hak-hak asasi manusia, boleh jadi bersamaan dengan awal keberadaan manusia. Kendati demikian kesadaran untuk mencanangkan tonggak perjuangan hak-hak asasi manusia baru muncul ketika negara-negara Barat dengan gigih untuk memperjuangkan. Perjuangan mereka mampu mengantarkan kesadaran dunia terhadap HAM, yang pada puncaknya dikumandangkan Pernyataan Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Right) pada tanggal 10 Desember 1948.

Bab V: Warga Negara dan Kewarganegaraan
Warga negara merupakan orang penting buat negaranya. Dia sebagai salah satu unsur yang menentukan sendi-sendi bangunan suatu negara; di samping unsur-unsur lain (daerah, pemerintah dan tujuan). Dengan kata lain, tegak dan kuatnya suatu negara boleh jadi ditentukan oleh warga negaranya. Sebagai salah satu unsur negara, perlu adanya kejelasan status seseorang di dalam organisasi negaranya. Sehingga negara dapat melindungi hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa Ian yang disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara.

Bab VI: Hubungan Warga Negara dengan Negara
Hubungan negara dan warga negara, merupakan hubungan antara struktur dan agensi yang berlangsung timbal-balik, yang terjadi berulang-ulang dalam lintasan ruang dan waktu. Hubungan warga negara dengan negara, dengan menggunakan materi hak dan kewajiban masing-masing hendaknya perlu dipetakan secara normatif sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan nilai konstitusi. Hal ini menunjukkan adanya batas-batas konstitusional terhadap campur tangan negara terhadap kehidupan warga negaranya.

Bab VII: Konstitusi Negara
Konstitusi biasanya diartikan sebagai hukum dasar dan dibedakan menjadi dua, yaitu (1) hukum dasar tertulis (UUD), (2) hukum dasar tidak tertulis (konvensi). Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945 ditempatkan sebagai inti hukum nasional. UUD 1945 merupakan peraturan hukum tertinggi yang digunakan sebagai dasar pembuatan peraturan yang ada di bawahnya, misalnya Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden. Sebagai produk buatan manusia, UUD 1945 bukanlah dokumen kenegaraan yang bersifat permanen sehingga ‘tabu’ dan sakral untuk dirubah. Sekalipun UUD 1945 bersifat singkat dan supel, dia tetap memerlukan perubahan jika bangsa Indonesia memang menghendakinya.

Bab VIII: Budaya Politik, Budaya Demokrasi dan Civil Society
Budaya politik mendeskripsikan serangkaian tingkah laku, kepercayaan, perasaan yang memberi makna dan landasan tingkah laku dalam sistem politik. Budaya demokrasi, bagaimana kebiasaan kekuasaan pemerintah secara hukum dibatasi secara tegas, sehingga organisasi di luar pemerintah dapat mengontrol pemerintah, bekerja secara tanggung jawab. Civil society menciptakan format demokratis, untuk menempatkan kesederajatan komponen bangsa, agar memiliki keberdayaan dan melaksanakan HAM secara maksimal dan proporsional.
Bab IX: Cara Pandang Lokal dalam Konteks Wawasan Kebangsaan
   dan Nasionalisme Indonesia
Masyarakat Indonesia yang bersifat pluralistis ditandai oleh berbagai faktor, yang antara lain oleh perbedaan suku bangsa, agama, ras/etnis dan antar golongan. Sebagai konsekuensi masyarakat yang pluralistis, masyarakat Indonesia secara kultural memiliki kebudayaan lokal yang beraneka ragam. Persoalan yang berkaitan dengan SARA (suku, agama, ras, dan antara golongan), hendaknya dipandang secara positif, yaitu sebagai energi demokrasi atau kemajemukan masyarakat Indonesia dan bukan dikatakan sebagai sumber konflik. Manajemen konflik yang mungkin timbul dari perbedaan SARA, harus dipahami secara kritis agar tidak menimbulkan disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, bangunan wawasan kebangsaan yang dipetakan dari keanekaragaman wawasan lokal dan SARA di Indonesia, akan menentukan bagi keberhasilan upaya integrasi nasional dan sekaligus juga pemaknaan bagi paham kebangsaan (nasionalisme) Indonesia.

Bab X: Manajemen Konflik dan Ketahanan Nasional
Konflik muncul di mana-mana. Realitas konflik, ibarat ‘virus yang telah menjamur’ di masyarakat Indonesia, baik vertikal maupun horizontal, yang berdampak pada keresahan, ketakutan, kegelisahan dan rasa tidak aman. Potensi dan realitas konflik akan berhubungan langsung dengan ketahanan nasional bangsa Indonesia. Warga negara yang sadar akan kehidupan berbangsa dan negara yang memiliki wawasan kebangsaan yang digali dari akar budaya bangsanya, hendaknya mampu mengelola konflik dalam konteks ketahanan nasional bangsa dan negaranya.
Konflik biasanya didefinisikan sebagai bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, paham, dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Selain itu konflik dapat diartikan sebagai interaksi antara individu, kelompok atau organisasi dan golongan yang membuat tujuan atau arti yang berlawanan, dan merasa bahwa orang atau kelompok lain dianggap sebagai pengganggu yang potensial.
Sedangkan Ketahanan Nasional, sering diartikan sebagai kondisi dinamik yang berisi tentang ‘keuletan’ dan ‘ketangguhan’ suatu bangsa dalam mengembangkan kemampuan untuk mengatasi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG), baik yang timbul dari dalam maupun dari luar, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan terhadap identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa dalam mengejar cita-cita nasionalnya.
Fenomena konflik pada dasarnya bersifat ‘latent’ dalam kehidupan masyarakat, bagaikan ‘virus’, dan tidak bisa dibasmi sama sekali, namun jika tidak dikendalikan bisa menjadi epidemi. Oleh karena itu, konflik harus diartikan sebagai hal yang positif dan fungsional, yang harus dimanajemen dalam mencapai tujuan diri, sosial, bangsa dan negara.

Bab XI: Politik dan Strategi Nasional
            Konsep politik menyangkut kepentingan umum dan berhubungan dengan negara atau pemerintahan. Politik sebagai kebijakan, yakni serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Strategi meliputi kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaian pentahapan yang merupakan upaya untuk menjawab tantangan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan nasional Indonesia berlandaskan pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945.

Bab XII: Ideologi Pancasila dalam Prespektif Global
Kajian ideologi dan globalisasi memiliki keterkaitan langsung dengan materi PKn secara keseluruhan. Ideologi sebagai parametrik bagi seluruh perilaku berbangsa dan bernegara baik dalam negeri maupun luar negeri. Pancasila sebagai ideologi terbuka, akan mampu memberikan fasilitasi bagi politik luar negeri NKRI untuk berdialog dalam era global. Dinamika global memberikan varian dan pilihan kehidupan bagi negara bangsa untuk mengejar cita-cita nasionalnya sekaligus membangun nunaturan internasional. Dalam rangka ini, Pancasila sebagai ideologi terbuka digunakan sebagai wahana sekaligus instrumen untuk menyeleksi nilai-nilai kehidupan tawaran globalisasi yang selaras dengan nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ideologi negara adalah cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan. Pancasila sebagai ideologi bersifat performatif dan dinamis serta berasal dari dalam masyarakat, oleh karena itu berkat terbuka. Pancasila adalah nilai-nilai dasar yang menjadi karakter khas dan dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pancasila adalah paradigma kehidupan sekaligus paradigma pembangunan, yang berguna sebagai wahana bangsa Indonesia dalam memikirkan apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan permasalahan kehidupan.

Globalisasi adalah suatu proses terintegrasinya berbagai unit kehidupan negara-bangsa menjadi sebuah unit kehidupan global, yang berlangsung secara terus menerus dalam berbagai bentuk dan dimensinya. Globalisasi selain mempengaruhi kehidupan manusia, juga mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya dalam berinteraksi dengan negara lain, pelayanan publik, pola pengambilan keputusan dalam negara, termasuk sistem pemerintahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar