Minggu, 21 Mei 2017

Contoh Proposal PTK PKn

JASA PEMBUATAN ADMINISTRASI BP/BK DI SEKOLAH DAN PTK/BK


HUBUNGI KAMI DI 081222940294
WA: 081222940294
BBM: 5AA33306

Untuk Detail Harga Administrasi Dan Perangkat BK Klik Disini
Untuk Pilihan Judul Dan detail Harga PTK/BK Klik Disini
Atau Cek FB Kami DISINI
 
 

 A. Judul Penelitian : Penerapan Model Moral Reasoning Untuk Meningkatkan Keberanian Mengemukakan Pendapat Dan Mengambil Keputusan Pada Mata Pelajaran PKn Kelas IX SMP Negeri 22 Samarinda

B. Bidang Kajian : Desain Dan Strategi Pembelajaran Di Kelas

C. Pendahuluan

Guru memiliki peranan sangat strategis dalam proses pembelajaran. Peran startegis guru dalam proses pembelajaran ini memiliki dampak pada kompetensi yang dicapai siswa (pengetahuan, sikap, keterampilan). Kompetensi siswa akan berkembang secara optimal tergantung bagaimana guru memposisikan diri dan menempatkan posisi siswa dalam pembelajaran. Selama ini dalam pembelajaran, siswa diposisikan sebagai obyek, sedangkan guru memposisikan diri sebagai subyek pembelajaran. Akibatnya guru lebih aktif dan dominan dalam proses pembelajaran. Seharusnya, guru dalam pembelajaran lebih memposisikan diri sebagai fasilitator, motivator, dan mediator sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensinya.

Berdasarkan wawancara dan pengamatan dengan guru PKn bahwa metode pembelajaran yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah ceramah diselingi tanya jawab, pemberian tugas dan diskusi. Penempatan posisi dan pemilihan metode dalam pembelajaran yang kurang tepat ini berpengaruh terhadap iklim kelas. Seringnya menggunakan metode ceramah yang diselingi tanya jawab, pemberian tugas, dan diskusi yang kurang terarah dalam pembelajaran mengakibatkan siswa kurang aktif. Kegiatan yang dilakukan siswa hanya mendengar dan kadang-kadang mencatat, itupun hanya dilakukan oleh sebagian kecil siswa. Sedangkan, siswa yang lain lebih banyak berbicara dengan teman duduk sebangku.

Guru menyadari bahwa tindakan tersebut mengakibatkan situasi dan kondisi yang kurang mendukung untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh kerena itu, dalam pembelajaran dengan cepat merubah startegi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Maksudnya adalah agar siswa lebih perhatian terhadap materi yang dijelaskan. Namun demikian, pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi pembelajaran yang ditanyakan kepada siswa kurang direspon siswa dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan, hanya sebagian kecil siswa yang menjawab, sedangkan siswa yang lain lebih banyak berdiam diri.

Pembelajaran satu arah yang dikembangkan guru selain membosankan dan kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran juga berakibat pada aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran. Akibat dari penerapan metode ceramah yang diselingi tanya jawab, pemberian tugas antara lain siswa memiliki sikap negatif terhadap pembelajaran, kurang berani mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, malas bertanya dan menjawab pertanyaan, kurang serius dalam mengikuti pelajaran, kurang berminat dan termotivasi dalam belajar, serta kurang menghargai dan bekerjasama sesama siswa. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di kelas bahwa penggunaan metode pembelajaraan satu arah mengakibatnya siswa yang berani mengemukakan pendapat minim hanya 15 % .

Permasalahan sebagaimana tersebut di atas harus segera diatasi atau di teliti sehingga akan meningkatkan kompetensi siswa antara lain keberanian mengemukakan pendapat, keberanian mengambil keputusan dengan pertimbangan moral, keberanian bertanya dan menjawab, kemampuan bekerjasama dan menghargai orang lain yang akhirnya akan meningkatkan hasil dan mutu pembelajaran. Namun, jika tidak segera diatasi atau diteliti akan memperoleh kerugian antara lain rendahnya kompetensi yang akan dicapai siswa (pengetahuan, sikap, keterampilan), hasil belajar, mutu pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh karena itu, hal tersebut memerlukan kreatif dan inovatif dalam merancang pembelajaran mulai dari menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) sampai dengan mengaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran sehingga akan menghasilkan siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran, berpikir kreatif, kritis dan rasional, serta memiliki hasil belajar yang baik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas peneliti ingin meneliti melalui penelitian tindakan kelas tentang penerapan model Moral Reasoning untuk meningkatkan keberanian siswa mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan alasan serta menggunakan pertimbangan moral. Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga kompetensi dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.

D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan analisis masalah pada latar belakang, yang menjadi akar penyebab siswa dalam kegiatan pembelajaran pasif, memiliki sikap negatif terhadap pembelajaran, kurang berani mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, malas bertanya dan menjawab pertanyaan, kurang serius dalam mengikuti pelajaran, kurang berminat dan termotivasi dalam belajar, serta kurang menghargai dan bekerjasama sesama siswa adalah guru belum menerapkan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran salah satunnya Model Moral Reasoning.

Ryan, (2003) Pembelajaran memecahkan masalah dengan menggunakan moral reasoning ternyata memberikan pengaruh iklim belajar dan kemampuan mengemukakan pendapat secara positif serta memberikan dukungan kepada pendidikan karakter.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut : Apakah model moral reasoning dapat meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan pertimbangan moral dalam kegiatan pembelajaran ?

Rumusan masalah tersebut dapat dirinci dalam pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

(1) Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model moral reasoning?

(2) Bagaimana aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dengan model moral reasoning?

(3) Bagaimana perkembangan moral siswa dengan menggunakan model moral reasoning?



2. Pemecahan Masalah

Untuk mewujudkan siswa yang dapat berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif yakni keberanian mengemukakan pendapat, mengambil keputusan yang disertai dengan pertimbangan moral memerlukan lingkungan belajar yang mendukung antara lain strategi atau model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan potensinnya.

a. Berkaitan dengan hal tersebut solusi yang diajukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut :

Penerapan model Pembelajaran Moral Reasoning Kohlberg. Model ini diharapakan dapat membantu siswa untuk berani mengemukakan pendapat, mengambil keputusan dengan alasan serta menggunakan pertimbangan moral, kemampuan bekerjasama, dan menghargai orang lain. Selain itu, model ini dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran di kelas.

b. Untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dilakukan beberapa cara antara lain:

1. Guru membuat cerita yang dilematis baik dari kejadian di masyarakat sekitar maupun cerita dilematis buatan guru sendiri ”DILEMA MORAL” kemudian dibagikan kepada semua siwa dalam kelas

2. Guru membentuk kelompok diskusi untuk mendiskusikan delima moral.

3. Guru memberikan kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk mengemukakan pendapatnya dan mengambil keputusan berkaitan dengan dilema moral yang diberikan kepada siswa

4. Guru menghargai semua pendapat dan keputusan maupun argumentasi yang disampaikan oleh siswa baik yang kritis maupun yang kurang

5. Guru memberikan pujian pada siswa yang telah berani mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan argumentasi yang diajukan

6. Guru memberi motivasi kepada siswa yang belum berani mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, agar ada keberanian untuk berpendapat dan mengambil keputusan

c. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan cara cara sebagai berikut:

Guru menyampaikan kepada siswa bahwa aktifitas yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran (mengemukakan pendapat, menghargai orang lain, bekerja sama dalam diskusi) akan dinilai. Pada intinya dilema moral adalah membantu siswa agar perkembangan moralnya tidak terhambat sihingga dapat mengambil keputusan dengan pertimbangan moral sesuai dengan perkembangan moral yang dimilki.



3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dari Peneltian ini adalah :

1.Tujuan Umum

a) Meningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 22 Samarinda.

b) Memperoleh strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif, menyenangkan dan menantang

2. Tujuan khusus

a. Bagi guru

1. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mengembangkan program pembelajaran serta melaksanakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa.

2. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diasuhnya.



b. Bagi siswa

1. Meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat

2. Meningkatkan keberanian mengambil keputusan dengan alasan dan pertimbangan moral

3. Mengetahui tingkat perkembangan moral siswa

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan siswa dalam meningkatkan mutu pembelajaran, mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, meningkatkan aktivitasnya dalam pembelajaran dan meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran

Secara khusus manfaat langsung yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Siswa dapat meningkatkan kopetensinnya khususnya keberanian mengemukakan pendapat, mengambil keputusan dengan pertimbangan moral, menghargai dan kerjasama dengan orang lain

2. Pembelajaran lebih efektif dan efisien, kreatif, bermakna dan berfokus pada siswa.

3. Mendorong penerapan inovasi pembelajaran agar pembelajaran lebih bermutu, menarik dan bermakna, produktif, dialogis, dan manusiawi.



E. Kajian Pustaka

Siswa sebagai generasi penerus bangsa perlu dibina secara terus menerus. Dengan demikian, diharapan mereka memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan; memiliki ketrampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab; memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

1. Model Moral Reasoning

Untuk mewudkan siswa yang dapat berpiki rasional kritis, kreatif, dan memiliki watak yang baik sebagimana tersebut di atas diperlukan pendidikan demokrasi dan pendidikan nilai dan moral. Ada Lima pendekatan pendidikan nilai yaitu: (1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), (2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach), (3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), (4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach), dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) .(Zakaria: 2001)

Untuk meningkatkan kemampuan siswa mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan pertimbangan moral, salah satunya menggunakan pendekatan atau model perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach) yang terkenal dengan Moral reasoning. Model atau Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).

Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).

Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971, 1977). Selanjutkan dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg (Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980). Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut: (1) Tahap "premoral" atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial; (2) Tahap "conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya. (3) Tahap "autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.

Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.

Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias (1989), Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian universal. Lebih tinggi tingkat berpikir adalah lebih baik, dan otonomi lebih baik daripada heteronomi. Tahap-tahap perkembangan moral diperinci sebagai berikut:

1 : Pra-konvensional

Pada tingkatan ini, anak merespon aturan tradisi, label baik-buruk; benar-salah, dengan menginterpretasi label dalam pemahaman hedonistik dan konsekuensi dari tindakan. Tingkatan ini juga menunjukkan bahwa individu menghadapi masalah moral dari segi kepentingan diri sendiri. Seseorang tidak menghiraukan apa yang dirumuskan masyarakat, akan tetapi mementingkan konsekuensi konsekuensi dari perbuatannya ( hukuman, pujian, penghargaan ). Anak cenderung menghindari perbuatan yang menimbulkan resiko. Tingkatan ini dibagi menjadi dua tahap :

Tahap 1 : Orientasi pada hukuman dan Kepatuhan. Jadi, alasan anak pada tahap ini bersifat phisik. Apa yang benar adalah bagaimana menghindari hukuman.

Tahap 2 : Orientasi pada instrumental. Tindakan yang benar apakah sudah sesuai atau memenuhi kebutuhan seseorang berdasarkan persetujuan Pada tahap ini adil dipandang sebagai sesuatu yang bersifat balas budi, saling memberi.

2. Konvensional

Pada tingkatan ini anak mendekati permasalahan dari segi hubungan individu- masyarakat. Seseorang menyadari bahwa masyarakat mengharapkan agar ia berbuat sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat. Perhatian kepada nilai keluarga, kelompok atau bangsa diterima sebagai nilai dalam dirinya. Terdapat konformitas interpersonal.

Tahap 3: Orientasi “good boy-nice girl”. Persetujuan antar personal. Menjadi orang yang diharapkan , dan tingkah laku yang baik adalah menyenangkan atau menolong orang lain . Pertimbangannya adalah “perhatian” (ia berbuat baik). Motivasi perbuatan moral pada tingkatan ini ialah keinginan memenuhi apa yang diharapkan orang yang dihargai. Pada diri anak telah timbul kesadaran bahwa orang lain mengharapkan kelakuan tertentu daripadanya.

Tahap 4 : Orientasi Kesadaran sosial. Perilaku yang benar adalah memenuhi kewajiban ( kesadaran imperatif ). Pada tingkatan ini, anak tidak lagi bertindak berdasarkan harapan orang yang dihormati, namun apa yang diharapkan oleh masyarakat umum. Dalam tingkatan ini hukum tampil sebagai nilai yang utama, yang dapat mengatur kehidupan masyarakat.

3.Post-Konvensional

Ada usaha yang jelas untuk memiliki moral dan prinsip. Memandang prinsip sebagai identifikasi dirinya.

Tahap 5: Orientasi Kontrak sosial dan hak-hak individu. Tindakan yang benar ditentukan dalam istilah kebenaran individu secara umum dan standard yang sudah diuji secara kritis dan disetujui oleh seluruh masayarakat. Suatu perasaan kesetiaan kepada hukum demi kesejahteraan semua orang dan hak-haknya. Pada tahap ini memandang kelakuan baik dari segi hak dan norma umum yang berlaku bagi individu yang telah diselidiki secara kritis dan diterima baik oleh seluruh masyarakat Kewajiban moral dipandang sebagai kontrak sosial. Komitmen sosial dan legal dipandang sebagai hasil persetujuan bersama dan harus dipatuhi oleh yang bersangkutan.

Tahap 6 : Orientasi Prinsip Ethis Universal. Kebenaran ditentukan oleh prinsip ethis di dalam dirinya berdasar pada pemahaman logika universal ( keadilan, kesamaan hak dan kepatutan sebagai makluk individu). Seseorang bertindak menurut prinsip universal. Seseorang wajib menyelamatkan jiwa orang lain.

Asumsi-asumsi yang digunakan Kohlberg (1971,1977) dalam mengembangkan teorinya sebagai berikut: (a) Bahwa kunci untuk dapat memahami tingkah laku moral seseorang adalah dengan memahami filsafat moralnya, yakni dengan memahami alasan-alasan yang melatar belakangi perbuatannya, (b) Tingkat perkembangan tersusun sebagai suatu keseluruhan cara berpikir. Setiap orang akan konsisten dalam tingkat pertimbangan moralnya, (c) Konsep tingkat perkembangan moral menyatakan rangkaian urutan perkembangan yang bersifat universal, dalam berbagai kondisi kebudayaan.

Sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut, konsep perkembangan moral menurut teori Kohlberg memiliki empat ciri utama. Pertama, tingkat perkembangan itu terjadi dalam rangkaian yang sama pada semua orang. Seseorang tidak pernah melompati suatu tingkat. Perkembangannya selalu ke arah tingkat yang lebih tinggi. Kedua, tingkat perkembangan itu selalu tersusun berurutan secara bertingkat. Dengan demikian, seseorang yang membuat pertimbangan moral pada tingkat yang lebih tinggi, dengan mudah dapat memahami pertimbangan moral tingkat yang lebih rendah. Ketiga, tingkat perkembangan itu terstruktur sebagai suatu keseluruhan. Artinya, seseorang konsisten pada tahapan pertimbangan moralnya. Keempat, tingkat perkembangan ini memberi penekanan pada struktur pertimbangan moral, bukan pada isi pertimbangannya.

2. Penerapan Moral Reasoning Dalam Pembelajaran

Pendekatan perkembangan kognitif (moral reasoning) mudah digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek perkembangan kemampuan berpikir. Oleh karena, pendekatan ini memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu moral dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik. Penggunaannya dapat menghidupkan suasana kelas. Teori Kohlberg dinilai paling konsisten dengan teori ilmiah, peka untuk membedakan kemampuan dalam membuat pertimbangan moral, mendukung perkembangan moral, dan melebihi berbagai teori lain yang berdasarkan kepada hasil penelitian empiris.

Proses pengajaran nilai menurut Model moral reasoning didasarkan pada delima moral, dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilemma, baik dilemma hipotetikal maupun dilemma faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik (Superka, et. al. 1976; Banks, 1985). Menurut Reimer (1983 : 84) terdapat 10 isu moral universal (1). Laws and rules, (2) Conscience, (3) Personal roles of affection, (4) Authority, (5) Civil rights, (6) Contract, trust, and justice in exchange (7) Punishmen, (8) The Value of life , (9) Property rights and values, (10) Truth

Goleman (2003) menjelaskan bahwa moral reasoning lebih bersifat Emosional inteligensi, sehingga emosional inteligensi mencerminkan karakter. Dengan demikIan, menurut peneliti implementasi model moral reasoning dapat membantu siswa untuk berpikir kritis dan mengelola emosi yang akhirnya menjadi warga yang baik. Oleh karena itu, agar siswa dapat mengemukakan pendapat dan dapat membuat keputusan dengan pertimbangan moral yang lebih tinggi (intelektual emosional) guru ataupun siswa harus kreatif dan enovatif untuk mencari atau membuat suatu masalah yang dilematis yang di diskusikan di dalam kelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar