Contoh Proposal PTK PKn
JASA PEMBUATAN ADMINISTRASI BP/BK DI SEKOLAH DAN PTK/BK
HUBUNGI KAMI DI 081222940294WA: 081222940294BBM: 5AA33306
Untuk Detail Harga Administrasi Dan Perangkat BK Klik DisiniUntuk Pilihan Judul Dan detail Harga PTK/BK Klik DisiniAtau Cek FB Kami DISINI
A. Judul Penelitian : Penerapan Model Moral Reasoning Untuk Meningkatkan
Keberanian Mengemukakan Pendapat Dan Mengambil Keputusan Pada Mata
Pelajaran PKn Kelas IX SMP Negeri 22 Samarinda
B. Bidang Kajian : Desain Dan Strategi Pembelajaran Di Kelas
C. Pendahuluan
Guru
memiliki peranan sangat strategis dalam proses pembelajaran. Peran
startegis guru dalam proses pembelajaran ini memiliki dampak pada
kompetensi yang dicapai siswa (pengetahuan, sikap, keterampilan).
Kompetensi siswa akan berkembang secara optimal tergantung bagaimana
guru memposisikan diri dan menempatkan posisi siswa dalam pembelajaran.
Selama ini dalam pembelajaran, siswa diposisikan sebagai obyek,
sedangkan guru memposisikan diri sebagai subyek pembelajaran. Akibatnya
guru lebih aktif dan dominan dalam proses pembelajaran. Seharusnya, guru
dalam pembelajaran lebih memposisikan diri sebagai fasilitator,
motivator, dan mediator sehingga siswa dapat mengembangkan
kompetensinya.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan dengan guru
PKn bahwa metode pembelajaran yang sering digunakan dalam pembelajaran
adalah ceramah diselingi tanya jawab, pemberian tugas dan diskusi.
Penempatan posisi dan pemilihan metode dalam pembelajaran yang kurang
tepat ini berpengaruh terhadap iklim kelas. Seringnya menggunakan metode
ceramah yang diselingi tanya jawab, pemberian tugas, dan diskusi yang
kurang terarah dalam pembelajaran mengakibatkan siswa kurang aktif.
Kegiatan yang dilakukan siswa hanya mendengar dan kadang-kadang
mencatat, itupun hanya dilakukan oleh sebagian kecil siswa. Sedangkan,
siswa yang lain lebih banyak berbicara dengan teman duduk sebangku.
Guru
menyadari bahwa tindakan tersebut mengakibatkan situasi dan kondisi
yang kurang mendukung untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh kerena
itu, dalam pembelajaran dengan cepat merubah startegi dengan mengajukan
beberapa pertanyaan kepada siswa. Maksudnya adalah agar siswa lebih
perhatian terhadap materi yang dijelaskan. Namun demikian,
pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi pembelajaran yang
ditanyakan kepada siswa kurang direspon siswa dan hasilnya tidak seperti
yang diharapkan, hanya sebagian kecil siswa yang menjawab, sedangkan
siswa yang lain lebih banyak berdiam diri.
Pembelajaran satu arah
yang dikembangkan guru selain membosankan dan kurang efektif dalam
mencapai tujuan pembelajaran juga berakibat pada aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Akibat dari penerapan metode ceramah yang
diselingi tanya jawab, pemberian tugas antara lain siswa memiliki sikap
negatif terhadap pembelajaran, kurang berani mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan, malas bertanya dan menjawab pertanyaan, kurang
serius dalam mengikuti pelajaran, kurang berminat dan termotivasi dalam
belajar, serta kurang menghargai dan bekerjasama sesama siswa.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di kelas bahwa penggunaan metode
pembelajaraan satu arah mengakibatnya siswa yang berani mengemukakan
pendapat minim hanya 15 % .
Permasalahan sebagaimana tersebut di
atas harus segera diatasi atau di teliti sehingga akan meningkatkan
kompetensi siswa antara lain keberanian mengemukakan pendapat,
keberanian mengambil keputusan dengan pertimbangan moral, keberanian
bertanya dan menjawab, kemampuan bekerjasama dan menghargai orang lain
yang akhirnya akan meningkatkan hasil dan mutu pembelajaran. Namun, jika
tidak segera diatasi atau diteliti akan memperoleh kerugian antara lain
rendahnya kompetensi yang akan dicapai siswa (pengetahuan, sikap,
keterampilan), hasil belajar, mutu pembelajaran dan mutu pendidikan.
Oleh karena itu, hal tersebut memerlukan kreatif dan inovatif dalam
merancang pembelajaran mulai dari menyusun silabus dan rencana
pelaksanaan pengajaran (RPP) sampai dengan mengaplikasikan dalam
kegiatan pembelajaran sehingga akan menghasilkan siswa yang aktif dalam
kegiatan pembelajaran, berpikir kreatif, kritis dan rasional, serta
memiliki hasil belajar yang baik.
Berkaitan dengan hal tersebut
di atas peneliti ingin meneliti melalui penelitian tindakan kelas
tentang penerapan model Moral Reasoning untuk meningkatkan keberanian
siswa mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan alasan serta
menggunakan pertimbangan moral. Diharapkan hasil penelitian ini akan
memberikan kontribusi langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sehingga kompetensi dan hasil belajar siswa
dapat ditingkatkan.
D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan
analisis masalah pada latar belakang, yang menjadi akar penyebab siswa
dalam kegiatan pembelajaran pasif, memiliki sikap negatif terhadap
pembelajaran, kurang berani mengemukakan pendapat dan mengambil
keputusan, malas bertanya dan menjawab pertanyaan, kurang serius dalam
mengikuti pelajaran, kurang berminat dan termotivasi dalam belajar,
serta kurang menghargai dan bekerjasama sesama siswa adalah guru belum
menerapkan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam
pembelajaran salah satunnya Model Moral Reasoning.
Ryan, (2003)
Pembelajaran memecahkan masalah dengan menggunakan moral reasoning
ternyata memberikan pengaruh iklim belajar dan kemampuan mengemukakan
pendapat secara positif serta memberikan dukungan kepada pendidikan
karakter.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut : Apakah model moral reasoning dapat
meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan
dengan pertimbangan moral dalam kegiatan pembelajaran ?
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci dalam pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
(1) Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model moral reasoning?
(2) Bagaimana aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dengan model moral reasoning?
(3) Bagaimana perkembangan moral siswa dengan menggunakan model moral reasoning?
2. Pemecahan Masalah
Untuk
mewujudkan siswa yang dapat berfikir secara rasional, kritis, dan
kreatif yakni keberanian mengemukakan pendapat, mengambil keputusan yang
disertai dengan pertimbangan moral memerlukan lingkungan belajar yang
mendukung antara lain strategi atau model pembelajaran yang memungkinkan
siswa dapat mengembangkan potensinnya.
a. Berkaitan dengan hal tersebut solusi yang diajukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut :
Penerapan
model Pembelajaran Moral Reasoning Kohlberg. Model ini diharapakan
dapat membantu siswa untuk berani mengemukakan pendapat, mengambil
keputusan dengan alasan serta menggunakan pertimbangan moral, kemampuan
bekerjasama, dan menghargai orang lain. Selain itu, model ini dapat
meningkatkan keterampilan guru dalam mengembangkan dan menerapkan model
pembelajaran di kelas.
b. Untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dilakukan beberapa cara antara lain:
1.
Guru membuat cerita yang dilematis baik dari kejadian di masyarakat
sekitar maupun cerita dilematis buatan guru sendiri ”DILEMA MORAL”
kemudian dibagikan kepada semua siwa dalam kelas
2. Guru membentuk kelompok diskusi untuk mendiskusikan delima moral.
3.
Guru memberikan kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk
mengemukakan pendapatnya dan mengambil keputusan berkaitan dengan dilema
moral yang diberikan kepada siswa
4. Guru menghargai semua
pendapat dan keputusan maupun argumentasi yang disampaikan oleh siswa
baik yang kritis maupun yang kurang
5. Guru memberikan pujian
pada siswa yang telah berani mengemukakan pendapat dan mengambil
keputusan dengan argumentasi yang diajukan
6. Guru memberi
motivasi kepada siswa yang belum berani mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan, agar ada keberanian untuk berpendapat dan mengambil
keputusan
c. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan cara cara sebagai berikut:
Guru
menyampaikan kepada siswa bahwa aktifitas yang dilakukan selama
kegiatan pembelajaran (mengemukakan pendapat, menghargai orang lain,
bekerja sama dalam diskusi) akan dinilai. Pada intinya dilema moral
adalah membantu siswa agar perkembangan moralnya tidak terhambat
sihingga dapat mengambil keputusan dengan pertimbangan moral sesuai
dengan perkembangan moral yang dimilki.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari Peneltian ini adalah :
1.Tujuan Umum
a) Meningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 22 Samarinda.
b) Memperoleh strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif, menyenangkan dan menantang
2. Tujuan khusus
a. Bagi guru
1.
Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mengembangkan
program pembelajaran serta melaksanakan strategi pembelajaran yang
berpusat pada siswa.
2. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk perbaikan atau peningkatan
kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diasuhnya.
b. Bagi siswa
1. Meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat
2. Meningkatkan keberanian mengambil keputusan dengan alasan dan pertimbangan moral
3. Mengetahui tingkat perkembangan moral siswa
4. Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan siswa dalam
meningkatkan mutu pembelajaran, mengembangkan kemampuan berfikir kritis
dan kreatif, meningkatkan aktivitasnya dalam pembelajaran dan
meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran
Secara khusus manfaat langsung yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1.
Siswa dapat meningkatkan kopetensinnya khususnya keberanian
mengemukakan pendapat, mengambil keputusan dengan pertimbangan moral,
menghargai dan kerjasama dengan orang lain
2. Pembelajaran lebih efektif dan efisien, kreatif, bermakna dan berfokus pada siswa.
3.
Mendorong penerapan inovasi pembelajaran agar pembelajaran lebih
bermutu, menarik dan bermakna, produktif, dialogis, dan manusiawi.
E. Kajian Pustaka
Siswa
sebagai generasi penerus bangsa perlu dibina secara terus menerus.
Dengan demikian, diharapan mereka memiliki kemampuan berfikir secara
rasional, kritis, dan kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana
kewarganegaraan; memiliki ketrampilan intelektual dan keterampilan
berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab; memiliki watak
dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
1. Model Moral Reasoning
Untuk
mewudkan siswa yang dapat berpiki rasional kritis, kreatif, dan
memiliki watak yang baik sebagimana tersebut di atas diperlukan
pendidikan demokrasi dan pendidikan nilai dan moral. Ada Lima pendekatan
pendidikan nilai yaitu: (1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation
approach), (2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral
development approach), (3) Pendekatan analisis nilai (values analysis
approach), (4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification
approach), dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning
approach) .(Zakaria: 2001)
Untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan pertimbangan moral,
salah satunya menggunakan pendekatan atau model perkembangan moral
kognitif (cognitive moral development approach) yang terkenal dengan
Moral reasoning. Model atau Pendekatan ini dikatakan pendekatan
perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada
aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk
berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat
keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini
dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan
moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang
lebih tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang ingin dicapai oleh
pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam
membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai
yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan
alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah
moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).
Pendekatan
perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg
1971, 1977). Selanjutkan dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg
(Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980). Dewey membagi perkembangan moral
anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut: (1) Tahap "premoral"
atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong
oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial; (2) Tahap
"conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan
sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya. (3) Tahap
"autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku
sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak
sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Piaget berusaha
mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui
pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil pengamatan
terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan
mengapa mereka patuh kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu
kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak
mempengaruhi pertimbangan moral mereka.
Kohlberg (1977) juga
mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi umum tentang
teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti
dijelaskan oleh Elias (1989), Kohlberg mendefinisikan kembali dan
mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan
moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang
berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku,
sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian
universal. Lebih tinggi tingkat berpikir adalah lebih baik, dan otonomi
lebih baik daripada heteronomi. Tahap-tahap perkembangan moral diperinci
sebagai berikut:
1 : Pra-konvensional
Pada tingkatan ini,
anak merespon aturan tradisi, label baik-buruk; benar-salah, dengan
menginterpretasi label dalam pemahaman hedonistik dan konsekuensi dari
tindakan. Tingkatan ini juga menunjukkan bahwa individu menghadapi
masalah moral dari segi kepentingan diri sendiri. Seseorang tidak
menghiraukan apa yang dirumuskan masyarakat, akan tetapi mementingkan
konsekuensi konsekuensi dari perbuatannya ( hukuman, pujian, penghargaan
). Anak cenderung menghindari perbuatan yang menimbulkan resiko.
Tingkatan ini dibagi menjadi dua tahap :
Tahap 1 : Orientasi pada
hukuman dan Kepatuhan. Jadi, alasan anak pada tahap ini bersifat
phisik. Apa yang benar adalah bagaimana menghindari hukuman.
Tahap
2 : Orientasi pada instrumental. Tindakan yang benar apakah sudah
sesuai atau memenuhi kebutuhan seseorang berdasarkan persetujuan Pada
tahap ini adil dipandang sebagai sesuatu yang bersifat balas budi,
saling memberi.
2. Konvensional
Pada tingkatan ini anak
mendekati permasalahan dari segi hubungan individu- masyarakat.
Seseorang menyadari bahwa masyarakat mengharapkan agar ia berbuat sesuai
dengan norma-norma dalam masyarakat. Perhatian kepada nilai keluarga,
kelompok atau bangsa diterima sebagai nilai dalam dirinya. Terdapat
konformitas interpersonal.
Tahap 3: Orientasi “good boy-nice
girl”. Persetujuan antar personal. Menjadi orang yang diharapkan , dan
tingkah laku yang baik adalah menyenangkan atau menolong orang lain .
Pertimbangannya adalah “perhatian” (ia berbuat baik). Motivasi perbuatan
moral pada tingkatan ini ialah keinginan memenuhi apa yang diharapkan
orang yang dihargai. Pada diri anak telah timbul kesadaran bahwa orang
lain mengharapkan kelakuan tertentu daripadanya.
Tahap 4 :
Orientasi Kesadaran sosial. Perilaku yang benar adalah memenuhi
kewajiban ( kesadaran imperatif ). Pada tingkatan ini, anak tidak lagi
bertindak berdasarkan harapan orang yang dihormati, namun apa yang
diharapkan oleh masyarakat umum. Dalam tingkatan ini hukum tampil
sebagai nilai yang utama, yang dapat mengatur kehidupan masyarakat.
3.Post-Konvensional
Ada usaha yang jelas untuk memiliki moral dan prinsip. Memandang prinsip sebagai identifikasi dirinya.
Tahap
5: Orientasi Kontrak sosial dan hak-hak individu. Tindakan yang benar
ditentukan dalam istilah kebenaran individu secara umum dan standard
yang sudah diuji secara kritis dan disetujui oleh seluruh masayarakat.
Suatu perasaan kesetiaan kepada hukum demi kesejahteraan semua orang dan
hak-haknya. Pada tahap ini memandang kelakuan baik dari segi hak dan
norma umum yang berlaku bagi individu yang telah diselidiki secara
kritis dan diterima baik oleh seluruh masyarakat Kewajiban moral
dipandang sebagai kontrak sosial. Komitmen sosial dan legal dipandang
sebagai hasil persetujuan bersama dan harus dipatuhi oleh yang
bersangkutan.
Tahap 6 : Orientasi Prinsip Ethis Universal.
Kebenaran ditentukan oleh prinsip ethis di dalam dirinya berdasar pada
pemahaman logika universal ( keadilan, kesamaan hak dan kepatutan
sebagai makluk individu). Seseorang bertindak menurut prinsip universal.
Seseorang wajib menyelamatkan jiwa orang lain.
Asumsi-asumsi
yang digunakan Kohlberg (1971,1977) dalam mengembangkan teorinya sebagai
berikut: (a) Bahwa kunci untuk dapat memahami tingkah laku moral
seseorang adalah dengan memahami filsafat moralnya, yakni dengan
memahami alasan-alasan yang melatar belakangi perbuatannya, (b) Tingkat
perkembangan tersusun sebagai suatu keseluruhan cara berpikir. Setiap
orang akan konsisten dalam tingkat pertimbangan moralnya, (c) Konsep
tingkat perkembangan moral menyatakan rangkaian urutan perkembangan yang
bersifat universal, dalam berbagai kondisi kebudayaan.
Sesuai
dengan asumsi-asumsi tersebut, konsep perkembangan moral menurut teori
Kohlberg memiliki empat ciri utama. Pertama, tingkat perkembangan itu
terjadi dalam rangkaian yang sama pada semua orang. Seseorang tidak
pernah melompati suatu tingkat. Perkembangannya selalu ke arah tingkat
yang lebih tinggi. Kedua, tingkat perkembangan itu selalu tersusun
berurutan secara bertingkat. Dengan demikian, seseorang yang membuat
pertimbangan moral pada tingkat yang lebih tinggi, dengan mudah dapat
memahami pertimbangan moral tingkat yang lebih rendah. Ketiga, tingkat
perkembangan itu terstruktur sebagai suatu keseluruhan. Artinya,
seseorang konsisten pada tahapan pertimbangan moralnya. Keempat, tingkat
perkembangan ini memberi penekanan pada struktur pertimbangan moral,
bukan pada isi pertimbangannya.
2. Penerapan Moral Reasoning Dalam Pembelajaran
Pendekatan
perkembangan kognitif (moral reasoning) mudah digunakan dalam proses
pendidikan di sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada
aspek perkembangan kemampuan berpikir. Oleh karena, pendekatan ini
memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu moral dan penyelesaian
masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam
masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik. Penggunaannya
dapat menghidupkan suasana kelas. Teori Kohlberg dinilai paling
konsisten dengan teori ilmiah, peka untuk membedakan kemampuan dalam
membuat pertimbangan moral, mendukung perkembangan moral, dan melebihi
berbagai teori lain yang berdasarkan kepada hasil penelitian empiris.
Proses
pengajaran nilai menurut Model moral reasoning didasarkan pada delima
moral, dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Diskusi itu
dilaksanakan dengan memberi perhatian kepada tiga kondisi penting.
Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih
tinggi. Kedua, adanya dilemma, baik dilemma hipotetikal maupun dilemma
faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian. Ketiga,
suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik
(Superka, et. al. 1976; Banks, 1985). Menurut Reimer (1983 : 84)
terdapat 10 isu moral universal (1). Laws and rules, (2) Conscience, (3)
Personal roles of affection, (4) Authority, (5) Civil rights, (6)
Contract, trust, and justice in exchange (7) Punishmen, (8) The Value of
life , (9) Property rights and values, (10) Truth
Goleman (2003)
menjelaskan bahwa moral reasoning lebih bersifat Emosional inteligensi,
sehingga emosional inteligensi mencerminkan karakter. Dengan demikIan,
menurut peneliti implementasi model moral reasoning dapat membantu siswa
untuk berpikir kritis dan mengelola emosi yang akhirnya menjadi warga
yang baik. Oleh karena itu, agar siswa dapat mengemukakan pendapat dan
dapat membuat keputusan dengan pertimbangan moral yang lebih tinggi
(intelektual emosional) guru ataupun siswa harus kreatif dan enovatif
untuk mencari atau membuat suatu masalah yang dilematis yang di
diskusikan di dalam kelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar