Laporan Penelitian Tindakan Kelas Untuk PKN SD
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Negara
berkembang selalu berusaha untuk mengejar ketinggalannya, yaitu dengan
giat melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan. Dalam bidang
pendidikan pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dengan berbagai cara seperti mengganti kurikulum,
meningkatkan kualitas guru melalui penataran-penataran atau melanjutkan
sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, memberi dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dan sebagainya. Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 3 menyatakan bahwa:
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan
memperhatikan isi dari UU No. 20 tahun 2003 tersebut, peneliti
berpendapat bahwa tugas seorang guru memang berat, sebab kemajuan suatu
bangsa ditentukan oleh keberhasilan pendidikan dari bangsa itu sendiri.
Jika seorang seorang guru atau pendidik tidak berhasil mengembangkan
potensi peserta didik maka negara itu tidak akan maju, sebaliknya jika
guru atau pendidik berhasil mengembangkan potensi peserta didik, maka
terciptalah manusia yang cerdas, terampil, dan berkualitas. Sesuai
dengan Depdiknas (2005 : 33) yang menyatakan bahwa, “Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, suku
bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter
yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945”.
Untuk
mencapai tujuan ini peranan guru sangat menentukan. Menurut Wina
Sanjaya (2006 : 19), peran guru adalah: “Sebagai sumber belajar,
fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, dan evaluator”.
Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berhasil dengan baik.
Salah
satu cara untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
adalah dengan mengganti cara / model pembelajaran yang selama ini tidak
diminati lagi oleh siswa, seperti pembelajaran yang dilakukan dengan
ceramah dan tanya-jawab, model pembelajaran ini membuat siswa jenuh dan
tidak kreatif. Suasana belajar mengajar yang diharapkan adalah
menjadikan siswa sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri,
memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari,
sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator.
Situasi belajar yang diharapkan di sini adalah siswa yang lebih banyak
berperan (kreatif).
Pada
SDN Sodong 1 sejak peneliti mengajar tahun 1999 dalam pembelajaran PKn,
peneliti sering menggunakan model pembelajaran ceramah. Model
pembelajaran ini tidak dapat membangkitkan aktivitas siswa dalam
belajar. Hal ini tampak dari perilaku siswa yang cenderung hanya
mendengar dan mencatat pelajaran yang diberikan guru. Siswa tidak mau
bertanya apalagi mengemukakan pendapat tentang materi yang diberikan
siswa yang mau bertanya dan berani mengemukakan pendapat dari 20 orang
siswa kelas VI A hanya sekitar 3 orang (15%) di atas (85%) siswa tidak
mau bertanya dan tidak berani mengemukakan pendapat. Melihat kondisi
ini, peneliti berusaha untuk mencarikan model pembelajaran lain yaitu
model pembelajaran diskusi. Siswa dibagi atas beberapa kelompok yang
beranggotakan 6 orang (melihat kondisi siswa di kelas). Dari diskusi
yang telah dilaksanakan, ternyata siswa masih kurang mampu dalam
mengemukakan pendapat, sebab kemampuan dasar siswa rendah. Dalam bekerja
kelompok, hanya satu atau dua orang saja yang aktif, sedangkan yang
lainnya membicarakan hal lain yang tidak berhubungan dengan tugas
kelompok. Dalam melaksanakan diskusi kelompok, peneliti juga melihat di
antara anggota kelompok ada yang suka mengganggu teman karena mereka
beranggapan bahwa dalam belajar kelompok (diskusi) tidak perlu semuanya
bekerja. Karena tidak semua anggota kelompok yang aktif, maka tanggung
jawab dalam kelompok menjadi kurang, bahkan dalam kerja kelompok
(diskusi), peneliti juga menemukan ada di antara anggota kelompok yang
egois sehingga tidak mau menerima pendapat teman.
Melihat kenyataan-kenyataan yang peneliti temui pada sikap siswa di dalam proses pembelajaran tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa aktivitas siswa di SDN Sodong 1 dalam pembelajaran PKn sangat kurang. Dalam hal ini peneliti berani mengungkapkan karena memang aktivitas siswa SDN Sodong 1 masih jauh dari pengertian aktivitas yang diungkapkan dari para ahli, seperti Paul D. Dierich dalam Oemar Hamalik (2001: 173), mengemukakan bahwa jenis aktivitas dalam kegiatan lisan atau oral adalah mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.
Melihat kenyataan-kenyataan yang peneliti temui pada sikap siswa di dalam proses pembelajaran tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa aktivitas siswa di SDN Sodong 1 dalam pembelajaran PKn sangat kurang. Dalam hal ini peneliti berani mengungkapkan karena memang aktivitas siswa SDN Sodong 1 masih jauh dari pengertian aktivitas yang diungkapkan dari para ahli, seperti Paul D. Dierich dalam Oemar Hamalik (2001: 173), mengemukakan bahwa jenis aktivitas dalam kegiatan lisan atau oral adalah mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.
Berdasarkan
pengamatan atau observasi pendahuluan yang peneliti lakukan, ditemukan
bahwa siswa SDN Sodong 1 dalam melaksanakan diskusi kelas jarang sekali
mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, apalagi mengajukan saran.
Karena aktivitas siswa yang rendah itu, hasil belajar yang diperoleh
juga menjadi rendah.
Sumber
Data Sekunder Nilai PKn SDN Sodong 1. Rendahnya hasil belajar siswa
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain rendahnya perhatian siswa
dalam mengikuti pelajaran PKn. Guru sering memberikan pelajaran dalam
bentuk ceramah dan tanya-jawab, sehingga siswa tidak terangsang untuk
mengembangkan kemampuan berfikir kreatif.
Berdasarkan
pengalaman yang peneliti hadapi di dalam proses pembelajaran PKn yang
tidak aktif maka peneliti berusaha mencarikan model pembelajaran lain,
sehingga pembelajaran lebih bermakna dan lebih berkualitas. Model
pembelajaran yang akan di coba untuk melakukannya adalah model
pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw. Ketertarikan peneliti mengambil
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, karena peneliti melihat dalam
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw semua anggota kelompok diberi
tugas dan tanggungjawab, baik individu maupun kelompok. Jadi,
keunggulan pada pembelajaran kooperatif Jigsaw dibanding dengan diskusi
yaitu seluruh anggota dalam kelompok harus bekerja sesuai dengan tugas
yang diberikan, sebab tugas itu ada yang merupakan tanggung jawab
individu dan ada pula tanggung jawab kelompok. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini peneliti mengambil sebuah judul yaitu: “Upaya Peningkatan
Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran PKn dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif Jigsaw”.
Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di SDN Sodong 1, diharapkan aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Siswa kurang memperhatikan dalam pembelajaran.
2. Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat.
3. Adanya siswa beranggapan bahwa dalam belajar kelompok tidak perlu semua bekerja.
4. Adanya siswa yang suka membicarakan hal lain, yang tidak berhubungan dengan tugas kelompok.
5. Tanggung jawab siswa terhadap tugas masih rendah.
6. Adanya anggota kelompok yang tidak mau menerima pendapat teman.
C. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan kemampuan waktu dan tenaga yang peneliti miliki, maka peneliti memberi batasan masalah:
1. Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat.
2. Tanggung jawab siswa terhadap tugas masih rendah.
3. Motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran kurang.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
batasan masalah yang telah ditetapkan dalam pembelajaran PKn dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk mengembangkan aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn?
2. Apakah
penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw memberikan
aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn kelas VI A SDN Sodong 1?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah “untuk mengetahui
peningkatan aktivitas belajar siswa dan motivasi belajar Pendidikan
Kewarganegaraan melalui model pembelajaran kooperatif Jigsaw”.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan
tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
mengharapkan penilitian ini bermanfaat sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Mengembangkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran yang bermutu
b. Melatih guru agar lebih cermat dalam memperhatikan kesulitan belajar siswa
2. Bagi Siswa
a. Memberikan suasana pembelajaran yang menggairahkan
b. Menghilangkan anggapan bahwa belajar kelompok itu cukup dikerjakan oleh satu atau dua orang saja
c. Memupuk pribadi siswa aktif dan kreatif
d. Memupuk tanggung jawab individu maupun kelompok
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di SDN Sodong 1.
Bab II Kajian Kepustakaan
A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat
membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,
usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter
yang dilandasi oleh UUD 1945. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Depdiknas (2005: 34) bahwa :
Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang secara umum bertujuan
untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga
memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai
dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung
jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan
pendapat di atas jelas bagi kita bahwa PKn bertujuan mengembangkan
potensi individu warga negara, dengan demikian maka seorang guru PKn
haruslah menjadi guru yang berkualitas dan profesional, sebab jika guru
tidak berkualitas tentu tujuan PKn itu sendiri tidak tercapai. Secara
garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu:
1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral.
2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur. (Depdiknas 2003 : 4)
Berdasarkan
uraian di atas dapat ditegaskan bahwa dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan seorang siswa bukan saja menerima pelajaran berupa
pengetahuan, tetapi pada diri siswa juga harus berkembang sikap,
keterampilan dan nilai-nilai. Sesuai dengan Depdiknas (2005 : 33) yang
menyatakan bahwa tujuan PKn untuk setiap jenjang pendidikan yaitu
mengembangkan kecerdasan warga negara yang diwujudkan melalui pemahaman,
keterampilan sosial dan intelektuan, serta berprestasi dalam memecahkan
masalah di lingkungannya.
Untuk
mencapai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, maka guru berupaya
melalui kualitas pembelajaran yang dikelolanya, upaya ini bisa dicapai
jika siswa mau belajar. Dalam belajar inilah guru berusaha mengarahkan
dan membentuk sikap serta perilaku siswa sebagai mana yang dikehendaki
dalam pembelajaran PKn.
B. Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran PKn
1. Aktivitas Belajar
Sebelum
peneliti meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu
dijelaskan tentang Aktivitas dan Belajar. Menurut Anton M. Mulyono
(2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan / keaktivan”. Jadi segala
sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik
maupun nonfisik, merupakan suatu aktivitas. Belajar menurut Oemar
Hamalik (2001: 28), adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut
adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi,
emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.
Jika seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan
pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.
Selanjutnya
Sardiman A.M. (2003 : 22) menyatakan: “Belajar sebagai suatu proses
interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud
pribadi, fakta, konsep ataupun teori”. Dalam proses interaksi ini
terkandung dua maksud yaitu:
1. Proses Internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar.
2. Proses ini dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera ikut berperan.
Dari
uraian tentang belajar di atas peneliti berpendapat bahwa dalam belajar
terjadi dua proses yaitu 1. perubahan tingkah laku pada diri seseorang
yang sedang belajar, 2. interaksi dengan lingkungannya, baik berupa
pribadi, fakta, dsb.
Berdasarkan
pendapat diatas disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala
kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam
rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti
yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas, 2005 : 31,
belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktivan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna
memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif,
afektif dan psikomotor”.
Aktivitas
belajar itu banyak sekali macamnya, sehingga para ahli mengadakan
klasifikasi. Paul D. Dierich, dalam Oemar Hamalik (2001 : 172)
mengklasifikasikan aktivitas belajar atas delapan kelompok, yaitu:
1. Kegiatan-kegiatan Visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja dan bermain.
2. Kegiatan-kegiatan Lisan (oral)
Mengemukakan
suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan
pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan
interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan Mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan Menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan Menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan Metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan Mental
Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan Emosional
a. Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Berdasarkan
pengertian aktivitas tersebut di atas, bahwa dalam belajar sangat
dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan
sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Tujuan
pembelajaran PKn tidak mungkin tercapai tanpa adanya aktivitas siswa
apalagi dalam pembelajaran PKn antara lain tujuannya adalah untuk
menjadikan manusia kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Dalam rangka membentuk manusia yang
kreatif dan bertanggung jawab ini peneliti berusaha melatih dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw, sebab dalam model
pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif dan bertanggung jawab baik
secara individu maupun kelompok.
Hal
lain yang juga sangat penting pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa
adalah motivasi. Menurut Oemar Hamalik (2001: 158), “Motivasi adalah
perubahan energi pada diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”. Motivasi dapat dibagi
menjadi dua jenis:
1. Motivasi
Intrinsik, adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan
menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan murid. Motivasi ini disebut motivasi
murni karena timbul dari diri siswa sendiri, misalnya keinginan untuk
mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi, mengembangkan
sikap untuk berhasil, dll.
2. Motivasi
Ekstrinsik, adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari
luar situasi belajar, misalnya ijazah, tingkatan hadiah, medali, dll.
Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pengajaran di sekolah
tidak semuanya menarik minat siswa. Oleh sebab itu motivasi perlu
dibangkitkan oleh guru, sehingga siswa mau dan ingin belajar.
Dari
uraian di atas peneliti berpendapat bahwa dengan adanya motivasi siswa
dalam belajar, maka aktivitas siswa dalam proses pembelajaran juga akan
meningkat.
Aktivitas Siswa yang Diamati
Dalam penelitian ini peneliti akan mengamati aktivitas siswa sebagai berikut:
a. Mengajukan pertanyaan
b. Menjawab pertanyaan siswa maupun guru
c. Memberi saran
d. Mengemukakan pendapat
e. Menyelesaikan tugas kelompok
f. Mempresentasikan hasil kerja kelompok
C. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
Keberhasilan
dari pembelajaran sangat ditentukan oleh pemilihan metode belajar yang
ditentukan oleh guru. Sebab dengan penyajian pembelajaran secara menarik
akan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, sebaliknya jika
pembelajaran itu disajikan dengan cara yang kurang menarik, membuat
motivasi siswa rendah. Untuk menciptakan pembelajaran yang menarik,
upaya yang harus dilakukan guru adalah memilih model pembelajaran yang
tepat sesuai dengan materi pembelajaran. Dengan model pembelajaran yang
tepat diharapkan akan meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar
sehingga hasil belajar pun dapat ditingkatkan.
Salah
satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa adalah
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang dilakukan pada kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk
sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu
maupun pengalaman kelompok. Esensi pembelajaran kooperatif itu adalah
tanggung jawab individu sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga
dalam diri siswa terdapat sikap ketergantungan positif yang menjadikan
kerja kelompok optimal.
Pada
pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif antar
anggota kelompok. Siswa saling bekerja sama untuk mendapatkan hasil
belajar yang lebih baik. Keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan
tergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok itu.
Dengan
memperhatikan pengertian dari pembelajaran kooperatif di atas, peneliti
berpendapat bahwa model pembelajaran ini sangat baik untuk meningkatkan
aktivitas belajar siswa, sebab semua siswa dituntut untuk bekerja dan
bertanggung jawab sehingga di dalam kerja kelompok tidak ada anggota
kelompok yang asal namanya saja tercantum sebagai anggota kelompok,
tetapi semua harus aktif.
2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Sebagaimana
yang telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran Kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil, di mana Muslim Ibrahim
(2006 : 6, dalam Depdiknas 2005 : 45) menguraikan unsur-unsur
pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
e. Siswa akan dikena evaluasi atau hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dengan
memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut, peneliti
berpendapat bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang
tergabung dalam kelompok harus betul-betul dapat menjalin kekompakan.
Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi
juga dituntut tanggung jawab individu.
3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
Sebagai
seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia akan
memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi
pelajaran tertentu. Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran
kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran
kooperatif tersebut. Dalam hal ini Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005
: 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.
Dengan
memperhatikan ciri-ciri tersebut, seorang guru hendaklah dapat
membentuk kelompok sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok
dapat bekerja dengan optimal.
4. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif:
Pada
pembelajaran kooperatif dikenal ada 4 tipe, yaitu: 1) tipe STAD, 2)
tipe Jigsaw, 3) Investigasi Kelompok dan 4) tipe Struktural. Tentang hal
itu dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah
pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dengan menggunakan
kelompok kecil yang anggotanya heterogen dan menggunakan lembar kegiatan
atau perangkat pembelajaran untuk menuntaskan materi pembelajaran,
kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pembelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain dan atau melakukan
diskusi.
b. Tipe Jigsaw
Tipe
Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif di mana
pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman
individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini
setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok
asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3-5
siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang
sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut
kelompok ahli.
c. Investigasi Kelompok
Investigasi
kelompok merupakan pembelajaran kooperatif yang paling komplek dan
paling sulit untuk diterapkan, di mana siswa terlibat dalam perencanaan
pemilihan topik yang dipelajari dan melakukan pentelidikan yang mendalam
atas topik yang dipilihnya, selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan
laporannya kepada seluruh kelas.
d. Tipe Struktural
Ada 2 macam pembelajaran koooperatif tipe struktural ini yang terkenal, yaitu:
1. Think-pair-share, yaitu pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:
a) Tahap
Pertama: Thinking (berfikir), dengan mengajukan pertanyaan, kemudian
siswa diminta untuk memikirkan jawaban secara mandiri beberapa saat.
b) Tahap Kedua: Siswa diminta secara berpasangan untuk mendiskusikan apa yang dipikirkannya pada tahap pertama.
c) Tahap Ketiga: Meminta kepada pasangan untuk berbagi kepada seluruh kelas secara bergiliran.
2. Numbered head together yaitu pembelajaran kooperatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Langkah 1 : siswa dibagi per kelompok dengan anggota 3-5 orang, dan setiap anggota diberi nomor 1-5.
b) Langkah 2 : guru mengajukan pertanyaan.
c) Langkah 3 : berfikir bersama menyatukan pendapat.
d) Langkah 4 : nomor tertentu disuruh menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Dari
keempat tipe pembelajaran kooperatif di atas, peneliti lebih tertarik
melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw, di mana pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw setiap
siswa berkewajiban mempelajari materi yang ditugaskan kepada mereka
secara bersama pada kelompok ahli, kemudian setiap siswa harus
menyampaikan materi yang sudah dipelajarinya dalam kelompok asal,
sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung. Tingkat aktivitas pada
kooperatif Jigsaw lebih tinggi karena semua siswa berpartisipasi dan
punya tanggung jawab baik individu maupun kelompok.
D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdapat 3 karakteristik yaitu: a.
kelompok kecil, b. belajar bersama, dan c. pengalaman belajar. Esensi
kooperatif learning adalah tanggung jawab individu sekaligus tanggung
jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan
positif yang menjadikan kerja kelompok optimal. Keadaan ini mendukung
siswa dalam kelompoknya belajar bekerja sama dan tanggung jawab dengan
sungguh-sungguh sampai suksesnya tugas-tugas dalam kelompok.
Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Johnson (1991 : 27)
yang menyatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ialah kegiatan
belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama sampai
kepada pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun
pengalaman kelompok”.
Persiapan dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw
Persiapan dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw
1. Pembentukan Kelompok Belajar
Pada
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa dibagi menjadi dua anggota
kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli, yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Kelompok kooperatif awal (kelompok asal).
Siswa
dibagi atas beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 anggota. Setiap
anggota diberi nomor kepala, kelompok harus heterogen terutama di
kemampuan akademik.
b. Kelompok Ahli
Kelompok ahli anggotanya adalah nomor kepala yang sama pada kelompok asal, dengan diagram sebagai berikut:
2. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw ini berbeda dengan kelompok kooperatif lainnya,
karena setiap siswa bekerja sama pada dua kelompok secara bergantian,
dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang disebut kelompok inti, beranggotakan 4 orang. Setiap siswa diberi nomor kepala misalnya A, B, C, D.
b. Membagi
wacana / tugas sesuai dengan materi yang diajarkan. Masing-masing siswa
dalam kelompok asal mendapat wacana / tugas yang berbeda, nomor kepala
yang sama mendapat tugas yang sama pada masing-masing kelompok.
c. Kumpulkan
masing-masing siswa yang memiliki wacana/ tugas yang sama dalam satu
kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sama dengan jumlah wacana atau
tugas yang telah dipersiapkan oleh guru.
d. Dalam
kelompok ahli ini tugaskan agar siswa belajar bersama untuk menjadi
ahli sesuai dengan wacana / tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
e. Tugaskan
bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan
informasi tentang hasil dari wacana / tugas yang telah dipahami kepada
kelompok kooperatif (kelompok inti). Poin a dan b dilakukan dalam waktu
30 menit.
f. Apabila tugas telah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali ke kelompok kooperatif asal.
g. Beri
kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan
hasil dari tugas di kelompok asli. Poin c dan d dilakukan dalam waktu 20
menit.
h. Bila
kelompok sudah menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan, masing-masing
kelompok menyampaikan hasilnya dan guru memberikan klarifilkasi. (10
menit).
E. Kerangka Konseptual
Dalam
pembelajaran kooperatif Jigsaw kegiatan dilakukan dalam tiga tahapan
yaitu : tahap I (kooperatif inti ), tahap II (kelompok ahli), tahap III
(kelompok gabungan). Untuk meningkatkan aktivitas siswa perlu
adamotivasi, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Dalam
halini peneliti hanya meneliti sampai aktivitas siswa, tidak meneliti
sampai hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya, kerangka konseptual
dapat digambarkan sebagai berikut :
F. Hipotesis Tindakan
Dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan di SDN Sodong 1 aktivitas belajar siswa dapat
meningkat.
Bab III Metodologi Penelitian
A. Jenis Penelitian
Sesuai
dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian yang dilakukan oleh
peneliti berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu suatu kegiatan
penelitian yang dilakukan di kelas dalam arti luas. Suharsimi Arikunto
(2006 : 2 ) memandang Penelitian Tindakan Kelas sebagai bentuk
penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
sehingga penelitian harus menyangkut upaya guru dalam bentuk proses
pembelajaran. PTK, selain bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar,
juga untuk meningkatkan kinerja guru dan dosen dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain, PTK bukan hanya bertujuan untuk
mengungkapkan penyebab dari berbagai permasalahan yang dihadapi, tetapi
yang lebih penting adalah memberikan pemecahan berupa tindakan untuk
mengatasi masalah.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa PTK adalah suatu penelitian yang
dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam proses
pembelajaran dan upaya meningkatkan proses serta hasil belajar.
B. Tempat/Waktu dan Subjek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Sodong 1 kecamatan Panimbang kabupaten Pandeglang. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Januari – Februari 2009 (semester II tahun
pelajaran 2008/2009) dengan Kompetensi Dasar (KD):
1. Menjelaskan hakekat kemerdekaan mengemukakan pendapat.
2. Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab.
2. Subjek Penelitian
Subjek
penelitian adalah siswa kelas VI A yang berjumlah 20 orang, terdiri
dari 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Mereka belajar di Kelas
dengan suasana belajar yang memprihatinkan, kalau hari hujan lantai
kotor dan becek dengan bau yang tidak sedap dan kalau hari panas siswa
sangat kepanasan sehingga membuat kondisi belajar tidak kondusif, kelas
VI A dipilih sebagai subjek penelitian karena kondisi siswa pada kelas
tersebut bermasalah sesuai dengan identifikasi masalah yang dipaparkan.
C. Prosedur Penelitian
Menurut
prosedur Penelitian Tindakan Kelas, maka penelitian ini dilaksanakan
dalam bentuk siklus yang terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Suharsimiku dalam Depdikbud (1999 : 21).
1. Rencana Tindakan
a. Menetapkan jumlah siklus yaitu dua siklus, tiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan tatap muka.
b. Menetapkan kelas yang dijadikan objek penelitian, yaitu kelas VI SDN Sodong 1, kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang.
c. Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan penelitian.
d. Menyusun perangkat pembelajaran, meliputi:
- Rencana Pembelajaran
- Lembaran Kerja Siswa
- Merancang alat pengumpul data
e. Menetapkan observer
2. Pelaksanaan Tindakan
Siklus 1
a. Kegiatan Pendahuluan
1) Menyampaikan pelaksanaan penelitian tindakan kelas
2) Sebagai apersepsi, siswa diingatkan kembali tentang kompetensi dasar berkaitan dengan materi yang dipelajari
3) Memberikan motivasi agar siswa tertarik untuk mengikuti pelajaran
4) Menyebutkan dan menuliskan judul pembelajaran
5) Menyebutkan dan menuliskan kompetensi dasar yang ingin dicapai
b. Kegiatan Inti
1). Tahap Kooperatif
a. Siswa dibagi dalam enam kelompok kecil yang anggotanya empat orang dan diberi nomor kepala A,B,C,D.
b. Kepada setiap kelompok dibagikan tugas yang tidak sama, masing-masing nomor kepala mendapat tugas yang berbeda.
c. Tugas disajikan dalam bentuk Lembaran Kegiatan Siswa (LKS) yang dipersiapkan oleh peneliti.
2). Tahap Ahli
Siswa
yang menerima wacana yang sama (yang berasal dari masing-masing
kelompok kooperatif), membahas wacana / tugas dengan diskusi / bekerja
sama dan mempersiapkan diri untuk menyampaikan hasil diskusinya kepada
masing-masing anggota kelompok kooperatif asal.
3). Tahap Kooperatif Asal
a. Setiap
anggota kembali ke kelompok kooperatif masing-masing yang telah menjadi
ahli dan mengajarkan / menginformasikan hasil diskusi kelompok ahli
secara bergiliran
b. Setiap kelompok menyusun laporan secara tertulis
c. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan menunjuk salah satu kelompok
c. Kegiatan Penutup
1) Memberi penekanan tentang konsep penting yang harus dikuasai siswa
2) Membantu siswa menarik kesimpulan
3) Memberikan tugas rumah berdasarkan topik pada rencana pembelajaran
D. Instrumen Penelitian
Alat
yang digunakan untuk pengumpulan data adalah berupa instrumen untuk
mencatat semua aktivitas siswa selama tindakan berlangsung. Ada tiga
macam alat pengumpul data yang digunakan, yaitu:
1. Lembaran Observasi
Aspek-aspek yang diamati adalah:
a. Mengajukan pertanyaan
b. Menjawab pertanyaan siswa maupun guru
c. Memberi saran
d. Mengemukakan pendapat
e. Menyelesaikan tugas kelompok
f. Mempresentasikan hasil kerja kelompok
2. Catatan Lapangan
Catatan
lapangan merupakan buku jurnal harian yang ditulis peneliti secara
bebas, buku ini mencatat seluruh kegiatan pembelajaran serta sikap siswa
dari awal sampai akhir pembelajaran.
3. Kuesioner Siswa
Kuesioner
siswa merupakan dialog secara tertulis dengan siswa yang digunakan
untuk mengetahui sejauh mana model pembelajaran yang dibawakan disenangi
atau tidak oleh siswa, ada sepuluh aspek yang ditanyakan. Pada
kuesioner ini siswa diharapkan dapat menjawab jujur dan objektif dengan
jalan memberi ceklis “ya” atau “tidak” pada lajur yang disediakan.
Kuesioner ini diberikan kepada 20 orang siswa setelah berakhirnya siklus
kedua. Aspek yang ditanyakan pada kuesioner tersebut terlampir.
E. Analisa Data
Data
yang diperoleh dianalisa secara kolaboratif dengan teman sejawat dan
hasilnya dijadikan sebagai bahan penyusunan rencana tindakan berikutnya.
Analisa data dilakukan setiap selesai 1 kali pertemuan tatap muka dan setiap akhir silkus. Data
dianalisa secara kualitatif yaitu lembaran observasi dan catatan
lapangan. Analisa kualitatif untuk catatan lapangan dan lembaran
observasi dilakukan dengan jalan membandingkan keaktifan siswa pada
siklus satu dengan keaktifan siswa siklus dua.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anton M Mulyono, 2000, Kamus Besar Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Depdikbud, 1999, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Depdikbud
Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas
Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas
Johnson DW & Johnson, R, T (1991) Learning Together and Alone. Allin and Bacon : Massa Chussetts
Oemar Hamalik, 2001, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, P.T., Bumi Aksara
Sardiman, A.M, 2003, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara
Suhardjono, Azis Hoesein, dkk, 1996, Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara. Jakarta : Depdikbud, Dikdasmen.
Suhardjono, 2006, Laporan Penelitian Sebagai KTI, makalah pada pelatihan peningkatan mutu guru dalam pengembangan profesi di Pusdiklat Diknas Sawangan. Jakarta, Februari 2006
Team Pelatih Penelitian Tindakan, 2000, Penelitian Tindakan (Action Research), Universitas Negeri Yogyakarta
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, 2003, Jakarta : Depdiknas
Wina Senjaya, 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar